Kamis, 10 Oktober 2013

KONDISI DARURAT ANAK



Oleh : Maya Dewi, SP *
Hingga kini, Indonesia masih belum bisa memberikan ruang yang ramah bagi anak-anak. Buktinya beberapa waktu yang lalu Psikolog dan pemerhati masalah anak, Seto Mulyadi, menyatakan keprihatinannya bahwa masalah kekerasan terhadap anak semakin mengkhawatirkan dan membutuhkan rencana aksi nasional untuk memeranginya. "Bahkan kini kekerasan terhadap anak sudah banyak yang mengarah pada kekejaman terhadap anak," kata Seto Mulyadi di Jakarta, (Republika, Sabtu 3 Agustus 2013)
Hal itu diperkuat dengan ketetapan Komisi Nasional  Perlindungan Anak Indonesia (Komnas Anak)  yang menjadikan status tahun 2013 sebagai darurat nasional kejahatan seksual terhadap anak, karena jumlah kasus kejahatan seksual yang menimpa anak terus bertambah. Berdasarkan laporan pengaduan pada tahun 2010 tercatat 2046 laporan kasus kekerasan terhadap anak dimana  42 persennya adalah kasus kejahatan seksual.
 Kebobrokan negara yang berkepanjangan telah membentuk sebuah mimpi buruk bagi masa depan anak Indonesia. Menurut data BKKBN, dari sisi pendidikan saja, hingga tahun 2010 jumlah anak Indonesia yang terancam putus sekolah mencapai 13 juta (beritasore.com, 04/08/2010).
            Berdasarkan data dari kementerian sosial, pada tahun 2010 ada 5,4 juta anak terlantar di negeri ini (antaranews.com, 05/07/2011). Dan masih banyak lagi permasalahan yang membelenggu anak-anak Indonesia, jika tidak ditanggulangi secara tuntas, maka  kebobrokan ini akan semakin parah. Pada akhirnya, Indonesia jadi terpuruk karena tak mampu membentuk generasi penerus yang berkualitas.
Kesalahan Sistemik
            Sampai saat ini Indonesia belum ramah bagi anak-anak. Sistem kapitalisme yang diadopsi negara kita telah menciptakan kondisi buruk bagi perkembangan psikis dan fisik anak Indonesia.
 Dengan faham sekulerisme, sistem pendidikan gagal mewujudkan output yang handal. Bagaimana tidak, pendidikan agama yang berfungsi membentuk generasi taat pada Tuhannya dihadirkan terpisah dari mata pelajaran lain, itupun dengan waktu pertemuan yang sangat sedikit. Tak heran jika generasi yang dihasilkan adalah generasi pintar tapi tidak bermanfaat dan hanya gemar maksiat. Seperti yang kita lihat saat ini, betapa banyak orang pintar di negeri ini tapi korupsi, kolusi, premanisme, dan human trafficking merajalela.
Uang dan kekayaan materi menjadi standar kebahagiaan dalam kapitalisme. Nilai akhlak dan kepentingan masa depan anak-anak dikalahkan oleh uang. Sehingga di negeri berpenduduk muslim terbesar ini pornografi-pornoaksi tumbuh subur, dan peredaran minuman keras serta narkoba semakin meluas. Demi rating, tayangan televisi banyak menyuguhkan kekerasan dan pornografi, tak peduli bahaya tayangan tersebut bagi perkembangan jiwa anak.
Sistem ekonomi kapitalisme menyebabkan krisis ekonomi berkepanjangan di negeri ini. Kemiskinan telah menyengsarakan anak-anak Indonesia. Banyak anak kurang gizi, mencari uang di jalanan dengan mengemis, mengamen, menjadi pedagang asongan, atau yang lebih parah lagi menjual diri. Beberapa malah menjadi korban pembunuhan oleh orangtuanya sendiri, yang stres karena tidak mampu menafkahi.
Dunia perpolitikan yang harusnya diramaikan oleh diskusi seputar cara mengurusi masyarakat malah dipenuhi aneka intrik perebutan kekuasaan. Pemerintahan sibuk mengurusi diri sendiri dan abai pada nasib anak negeri. Sehingga seluruh permasalahan yang menimpa anak negeri tak kunjung usai, bahkan semakin parah.
Khilafah Sebagai Solusi
            Sebagai manusia yang penuh dengan keterbatasan, sudah selayaknya bersandar pada aturan Sang Pencipta. Begitupun saat berencana untuk mewujudkan Indonesia yang ramah bagi anak, sudah sepatutnya kita merujuk pada aturan Pencipta.
            Khilafah adalah institusi negara yang menerapkan syari’at Islam secara total. Mulai dari sistem kenegaraan, politik dalam dan luar negeri, pendidikan, sosial, ekonomi, dan budaya, semuanya berlandaskan Islam. Institusi ini merupakan penanggungjawab utama bagi pemenuhan kebutuhan rakyatnya. Termasuk di dalamnya adalah pengaturan urusan anak.
            Syari’at Islam mewajibkan negara dan orangtua untuk memenuhi hak-hak anak. Antara lain :
 Pertama, syari’at menjamin hak hidup setiap anak, baik sebelum atau bahkan setelah dilahirkan (QS. Al-Isra : 31).
Dengan keimanannya,  tidak akan ada lagi orangtua yang tega membunuh anaknya hanya karena khawatir tak mampu memberikan nafkah yang layak.
Kedua, Syari’at Islam menetapkan bahwa seorang anak berhak dinafkahi ayahnya. Jika ayah tidak mampu, entah itu karena sakit kerasa ataupun cacat, maka kewajiban itu jatuh pada keluarga terdekat yang mampu (QS.Al-Baqarah : 233). Kalau ternyata merekapun tidak mampu, maka negaralah yang menanggung kewajiban itu melalui baitul mal.
Ketiga, hak hidup aman. Orangtua wajib untuk melindungi anaknya, menjaganya dari gangguan dan memberikannya rasa aman. Begitupula negara, pelaksanaan syari’at Islam yang sempurna, termasuk ketegasan penerapan sanksi hukum bagi pelaku kriminalitas akan menjamin keamanan dan keselamatan anak-anak.
Keempat, hak untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Dalam Islam, pendidikan adalah kebutuhan dasar manusia. Negara wajib menjamin pendidikan berkualitas bagi warganya dengan biaya yang sangat terjangkau, bahkan gratis jika memungkinkan.  Khilafah tidak diskriminatif dalam memberikan layanan pendidikannya, baik anak dari keluarga kaya ataupun miskin dari semua agama memiliki hak dan kesempatan yang sama.
Tujuan pendidikan dalam Islam adalah mencetak generasi yang berkepribadian Islam, memiliki tsaqofah Islam dan menguasai ilmu pengetahuan yang bermanfaat. Dengan landasan aqidah Islam, maka diharapkan tidak akan ada lagi output pendidikan yang bermental korup dan gemar bermaksiat.
Dari paparan di atas, dapat kita lihat bahwa institusi Khilafah yang menerapkan syari’at Islam secara menyeluruh dapat memberikan situasi yang kondusif, sehingga anak-anak bebas menjalani kehidupannya dengan menyenangkan. Sistem inilah yang akan menghantarkan Indonesia menjadi negeri yang ramah anak, demi terwujudnya generasi pemimpin yang tangguh dan berkualitas di masa mendatang. 

*penulis adalah alumni IPB, penyelenggara PAUD di Bekasi

4 komentar:

  1. assalamu'alaikum

    mbak maya, kalau ada pernyataan dan pertanyaan begini kira2 gimana jawabannya: Jepang adalah negara yang tidak memasukkan agama dalam kurikulum pendidikan. bahkan mereka tidak menganggap penting untuk mengajarkan agama pada anak2. tapi mereka (anak2) di jepang tumbuh lebih bermoral dibandingkan mereka yang tahu agama. tingkat kriminalitas di Jepangpun relatif lebih rendah dibandingkan dengan Indonesia. Jadi buat apa beragama kalau tidak mampu memperbaiki moral seseorang? gimana tanggapannya?
    maturnuwun. :)
    ummu hilmi

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih dah mampir^^
      ada data penunjang bahwa kriminalitas di Jepang lebih rendah daripada Indonesia? kalau ukuran moralitas adalah 'sekedar' lebih disiplin dan tertib, mungkin iya.
      tapi kalo ukuran moralitas itu adalah nilai akhlaq, sejauh mana mereka bersikap sebagaimana manusia harusnya bersikap, maka banyak fakta yang menunjukkan bahwa masyarakat jepang juga mengalami kemerosotan moral, drastis malah....

      angka seks bebas di Jepang cukup tinggi, bahkan komik2 jepang banyak memuat pornografi (ada y berkilah bahwa di jepang, komik itu bukan hanya konsumsi anak2...ya, benar. tapi apakah pornografi itu baik dan benar meski dikonsumsi oleh org dewasa?). http://alfan.presekal.com/mengamati-gejala-sosial-di-jepang/

      tingkat bunuh diri di jepang juga tinggi,termasuk di kalangan pelajar. data y saya kutip, Badan Kepolisian Nasional jepang telah melaporkan bahwa sebanyak 353 siswa melakukan tindakan bunuh diri pada kalender 2011, 153 kasus lebih banyak dari yang ada pada survei fiskal 2011 milik kementerian pendidikan.(aramatheydidnt.livejournal.com)

      dari kedua fakta itu saja dapatkah kita simpulkan bahwa masyarakat jepang lebih bermoral tanpa peran agama?

      Jepang sebagai negara maju secara ekonomi, bolehlah kita acungi jempol. tapi soal kehidupan masayarakatnya? inilah bukti bahwa manusia itu adalah mahluk ciptaan Allah yang secara fitrah memiliki naluri untuk beragama... dan manusia atidak akan tentram jika berusaha menafikkan dan juga tidak memenuhi naluri ini dengan cara yang ditunjukkan oleh Penciptanya. Wallahu a'lam.

      Hapus
  2. Hak aman buat anak itu di indonesia skrg kayanya mulai ga bs didapat. Barusan lihat berita ada anak kelas 1 SD diperkosa berkali kali trus dibuang ke laut. Miriiiisss mak :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Innalillahi...:'(
      kalau kita baca berita kriminal spt itu rasanya jadi parno ya, bu?
      pinginnya anak kita di rumah aja, kalo ke mana2 kita antar...
      qt gak bisa diam saja, bu. qt harus mengubah kondisi ini...
      qt bina anak2 qt agar jadi anak sholeh, qt ajak masayarakat qt agar saling peduli dan mengingatkan, qt juga seru pemerintah sebagai pelaksana aturan dan pemberi sanksi atas kriminalitas agar mau menerapkan aturan Pencipta saja dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
      kalo dalam Islam, pembunuh itu dihukum bunuh juga, pencuri dipotong tangan, pemerkosa juga akan mendapat hukuman rajam... tanpa pilih kasih.

      jadi, kondisi ini hanya dapat diubah jika akarnya diganti, hanya dengan aturan dari Allah saja hidup qt akan tenang. aturan Allah yang diterapkan di seluruh lini kehidupan kita tanpa kecuali...

      Hapus