Gak lama lagi, akhir tahun akan
menjelang. Biasanya kalo udah kayak gini, remaja kayak kita dikepung virus.
Ah...iyalah, kan musim penghujan banyak virus penyakit. Eh, bukan yang itu.....
virus yang akan kita bahas ini lebih dahsyat dari virus yang menyerang tubuh
manusia. Virus apakah itu? Taraaaa... virus yang lebih membahayakan karena bisa
menggerogoti akidah kita, yaitu virus perayaan Natal dan Tahun Baru.
Gak dipungkiri, masih banyak di antara kita
yang terjangkiti virus itu. Dengan alasan toleransi ikut mengucapkan selamat, menghadiri
pestanya, memasang pohon natal, dan ikut berdandan a la santa. Coba deh, intip
pusat perbelanjaan dan juga televisi yang menjadikan Natal sebagai tema penarik
minat konsumen. Dua hal yang dekat dengan kehidupan remaja itu mulai
terjangkiti virus penghujung tahun, bahkan sejak pergantian bulan November ke
Desember!
Alah...
nggak usah terlalu fanatik, deh! Masa’ kita gak boleh toleran sama teman yang
merayakan?
Mungkin ada yang berpikiran demikian. Kan
kita dah sepakat nih..., kalo Syari’at Islam itu standar perbuatan kita, maka
makna ‘toleransi’-nya juga kudhu ngikut aturan Islam. Alloh SWT berfirman dalam
QS.Al-Kafirun ayat 1-6 yang artinya :
“Katakanlah
‘Hai orang-orang kafir’; Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah; Dan
kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah; Dan aku tidak akan menjadi penyembah apa yang kamu sembah; dan
kamu tidak menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah; Untukmu agamamu, dan
untukku agamaku.”
Nah... untuk segala hal yang berhubungan
dengan ibadah, keyakinan dan ritualitas keagamaan, kita gak boleh ikut campur.
Singkat kata : Lu = lu, gue= gue. Dan perayaan Natal itu terkait keyakinan dan
ritualitas keagamaan. Perayaan Natal, memiliki makna ‘Memperingati dan menghayati
kelahiran Yesus Kristus’ (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdiknas terbitan
Balai Pustaka). Menurut orang-orang nasrani, Yesus (dalam Islam disebut dengan
‘Isa) dianggap sebagai anak Tuhan. Beda banget dengan syariat Islam yang
mengimani bahwa Nabi ‘Isa AS bukanlah
anak Tuhan, melainkan salah satu nabi dari nabi-nabi Alloh. So, kita sebagai
muslim gak boleh ikut-ikutan di dalamnya, termasuk ngucapin selamat dan hadir
dalam pestanya.
Lha
itu kalo Natal. Gimana dengan perayaan tahun baru masehi? Tau nggak sih,
teman-teman... sejarah tahun baru masehi erat kaitannya dengan tradisi
paganisme (penyembahan berhala). Ini sejarahnya : Penguasa Romawi
Julius Caesar menetapkan 1 Januari sebagai hari permulaan tahun baru semenjak
abad ke-46 SM. Orang Romawi mempersembahkan hari ini (1 Januari) kepada Janus,
dewa segala gerbang, pintu-pintu, dan permulaan (waktu). Bulan Januari diambil
dari nama Janus sendiri, yaitu dewa yang memiliki dua wajah – sebuah wajahnya
menghadap ke (masa) depan dan sebuahnya lagi menghadap ke (masa) lalu - See more at: http://www.voa-islam.com/read/christology/2012/12/31/22574/#sthash.xL3pmQrg.dpuf
Nah...gak jauh
beda dengan perayaan Natal, tradisi tahun baru Masehi bukanlah milik kita, kaum
Muslim. Jadi nggak layak dan nggak perlu, bahkan bahaya bagi aqidah dan
keimanan kalo kita nekat merayakannya. Rasulullah SAW pernah bersabda,
“Barangsiapa yang menyerupai suau
kaum, maka dia adalah bagian dari mereka (kaum tersebut”(HR.Ahmad dan Abu
Dawud)
Be
carefull yaaa... antisipasi virus di penghujung tahun, siapkan jurus penolakan
dengan bijak. InsyaaAlloh kalo cara kita baik, dan kita tunjukkan ketegasan
maka tidak susah untuk menolaknya.
***
Pondok Melati, 06-12-2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar