Jumat, 01 Maret 2013

Edisi Punkers

Siang tadi saya dan ketiga bidadari kecil saya pergi mengikuti suatu kajian di Jatiwaringin. Seperti biasanya, jika Abi-nya anak-anak tidak bisa mengantar, kami naik angkot. Tak beberapa lama, turunlah para penumpang sehingga tinggal kami berempat di dalamnya. 

Ketika sampai di depan Hypermart, naiklah seorang punkers untuk 'mengamen'. Dengan badan penuh tato, rambut gimbal dan anting-anting, penampilannya itu cukup menyeramkan bagi saya. Saya tidak  berani bergerak sedikitpun, termasuk merogoh tas untuk mencari uang receh. 

Setelah 'mengamen' dia menadahkan tangan dan tak lupa 'berpesan-pesan', "haduhhh...pararunten pisan, saya tidak bisa memberi sepeser uang pada anda, saya kuatir uang itu malah anda pake untuk bermaksiat" seperti itulah kira-kira kata hati saya. Melihat reaksi saya yang tidak memberinya uang, dia nampak kecewa "Ya Alloh..." Pekiknya saat turun.

Hufh...ada sedikit kelegaan di hati, namun itu tidak berlangsung lama. Anak-anak kritis bertanya, "Mi, kenapa ga dikasih uang?", Saya terkejut dengan pertanyaan mereka. meskipun membiasakan anak-anak untuk bersedekah, tapi saya tidak menyarankan pada mereka untuk memberi pada orang yang seperti punkers tadi. Saya sampaikan alasan saya, bahwa orang itu bukan orang sholeh, penampilan dan gaya hidupnya jauh dari Islam, contohnya sikap urakan, ada tato dan anting-anting di tubuhnya.

Tampaknya mereka cukup puas dengan jawaban saya. tapi hal itu malah menyisakan sedikit keraguan di hati. Tepatkah tindakan saya? Mengingat orang itu bersikap lebih sopan dibanding teman-temannya yang biasa saya temui di angkot? Tidakkah sikap saya membuat orang-orang seperti dia semakin jauh dari Islam? Apakah bersedekah harus 'melihat-lihat' obyeknya dulu?

Memang selama ini saya kesal dengan keberadaan mereka yang semakin merajalela di sekitar daerah saya. Urakan, kasar, suka memalak adalah cap yang menempel pada komunitas punkers jalanan ini. Seandainya saja pemerintah peka dan peduli pada rakyatnya, peduli pada kesejahteraan dan akidahnya,  pasti tidak akan ada lagi komunitas seperti itu. Lalu, berharap pada pemerintah yang masih setia pada kapitalisme dan sekulerisasi? hmm....mimpi kali ye.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar