Senin, 29 April 2013

Prompt#11 : Nota-nota Gadis Kecilku (Judul awal : Nota)

Tak seperti biasanya, gadis kecilku itu sudah mandi sore. Dia tampak bersemangat untuk pergi mengaji di masjid dekat rumah. Padahal sebelumnya dia enggan mengaji di sana karena tak ada teman se-komplek ini yang ikut. Meski agak khawatir namun aku berusaha percaya saja, karena suamiku akrab dengan guru mengaji dan marbot masjidnya.

"Ma, Fia berangkat dulu." Pamitnya seraya mengamit tanganku untuk diciumnya. "Eh, anak mama rajin amat. Belum adzan Ashar sudah berangkat.", "Iya, biar puas main sama teman-teman."Sahutnya santai. Setelah mengucap salam gadis kecil kelas 5 SD itu berangkat dengan sepeda mininya.

Aku bergegas menuju kamar mandi, sat melewati kamar Fia yang tak tertutup rapat aku melongok. Mataku tertumbuk pada lembaran kertas yang tersembul dari dalam tas sekolahnya. "Apa itu?" Tanyaku dalam hati. Penasaran, kuambil lembaran itu. Tidak hanya satu, tapi tiga lembar. Hey... nota pembelian barang!

So surprised... dadaku berdebar, satu persatu nota itu kubaca dengan teliti. Tidak ada nama tokonya, dalam kolom juga hanya bertuliskan kode barang. Aku terperanjat saat membaca total harga dalam nota itu, "Haa..., seratus tiga puluh lima ribu rupiah?!" Mataku beralih pada kedua nota lainnya, selisih beberapa ribu saja dari nota pertama. "Masya Alloh... Ada apa dengan anakku? dari mana dia memperoleh uang sebanyak itu? Dan untuk apa?" Sederet pertanyaan meluncur begitu saja dari mulutku.

Aku segera menggeledah kamar Fia. Mulai dari lemarinya, mungkin dia meletakkan barang yang dia beli di sana. Tapi nihil, tak ada satupun barang yang aneh di mataku. Lalu laci meja belajar, kemudian di bawah kasur. Semua sudut kujelajahi, namun tak kutemukan barang yang kucurigai. "Aih, pintar amat anak mama bermain sandiwara. Apa mungkin ini ada hubungannya dengan pengajian anak di masjid itu?" Aku jadi semakin cemas, segera kupakai jilbab dan kerudungku lalu menyambar kunci motor di atas tivi.

Kupacu motor dengan kencang, aku tak sabar ingin menginterogasi gadis kecilku itu.Sesampainya di  teras masjid, kulihat belasan anak sedang mengaji. Mataku tertumbuk pada kerudung biru laut berenda, Fia...desisku. Emosiku mulai tersulut, apalagi saat mendengar tawanya yang khas. "Fia!" Teriakku, Fia menoleh, dia dan teman-temannya tampak terkejut melihat kehadiranku. Fia segera bringsut keluar dari lingkaran mukanya ciut melihat rona wajahku.

Setelah berhadap-hadapan dengan Fia,  aku sodorkan nota-nota itu. "Apa maksud semua ini, Nak?!", Fia yang semakin menunduk membuatku bertambah kesal. "Kamu mulai pintar sandiwara, ya? Diajari apa kamu di sini? Mau membohongi mama?!" Cecarku tajam. Seua mata memandangku, mulut mereka kasak-kusuk tak jelas. Pak ustadz nampak kebingungan. Beliau segera berdiri dan menghampiriku, "Ada apa, Bu?"

Beliau mengambil nota-nota itu dari tanganku dan mengamatinya dengn teliti. "Silahkan duduk dulu, Bu. Harap tenang, jangan emosi.", "Haa??? gak emosi gimana? anak kelas lima SD belanja sebanyak itu. emang dia dapat uang dari mana? Saya gak pernah memberi uang jajan sebanyak itu!"

"Ehm..., seharusnya Ibu bangga pada anak ibu." Sebelum aku sempat membuka muut tanda protes, Pak ustadz segera menyambung, "Tak banyak anak yang peduli pada sesama, dengan keikhlasan yang dimiliki Fia.", "Ibu lihat tumpukan buku-buku di sudut sana?" Tanyanya sambil menunjuk tumpukan buku di sudut masjid. "Itulah penjelasan dari nota-nota ini, Fia telah mengumpulkan uang jajannya selama sebulan untuk membuat perpustakaan anak di masjid ini. Dia telah mewarisi kemurahan hati orangtuanya dalam bersedekah"

Kupandangi Fia yang masih menunduk, hatiku luruh. Kuangkat dagunya, "Benarkah itu, Fia?", dia mengangguk ketakutan, matanya berkaca-kaca. "Lalu, kenapa kamu tidak cerita sama Mama?"Tanyaku dengan nada kecewa. "Bu...bukankah mama pernah bilang, kalo menyumbang harus ikhlas. Jika tangan kanan memberi, tangan kiri jangan sampai tahu. Makanya Fia gak mau cerita. Tadinya Fia juga gak cerita sama Pak ustadz, tapi...ketahuan." Gadis kecilku iu terisak, air mataku langsung meleleh. "Fia, maafin mama...."Kutarik dia dalam pelukanku, ternyata dia telah lebih dewasa daripada aku, mamanya.






22 komentar:

  1. Ceritanya bagus, Mbak. Bikin terharu, dan ngetwist :)
    Tapi untuk flash fiction, ini kepanjangan, Mbak. Bisa dipadatin lagi, bisa kurang dari 500 kata. Maaf ya kalo sok tau, saya juga masih belajar kok di MFF :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih mbak... kepanjangan ya? semalem langsung bikin di sini, jadi ga bisa ngecek jumlah karakternya. makasih sarannya ya... smoga kita bisa sama2 lebih baik lagi^^

      Hapus
  2. ceritanya keren, ada pesan moralnya. tapi sepertinya blum trlalu sesuai dg gambarnya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih, Mbak. ooh...harus sesuai dengan gambarnya ya? hehehe...kirain sekedar yang berkaitan dengan 'nota' aja...

      Hapus
  3. aku seperti baca cerpen,
    eh, tooossss, aku malah belum buat prompt yang ini*

    BalasHapus
    Balasan
    1. hayuk atuh... bikin. pasti punya mbak Astin lebih keren, deh! ntar kalo setor di grup aku di-mention ya...

      Hapus
  4. mau komentar penulisan tanda baca, huruf kapital, n pengetikan. hehe tp biarlah mas sulung saja yg membahasnya. idenya bagus

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe... iya mas, aku suka asal nyerocos kalo lagi nulis. jadi kurang perhatian sama EYD.

      Hapus
  5. iya agak panjang untuk FF yah :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, Mbak. next time will be better, InsyaAlloh. makasih ya...

      Hapus
  6. Terharu baca ceritanya. Si mama pasti bangga dong punya anak yang berhati mulia seperti itu. O ya utk FF ceritanya terlalu panjang mbak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, semoga anak-anak kia juga bisa seperti Fia^^
      hehehe..lain kali nulis di words dulu baru di copas kali' ya... biar bs cek jumlah karakternya. makasih

      Hapus
  7. Mba, sebaiknya kalau percakapan setiap diallog diberi jeda. Jadi membacanya nggak bingung. Misalnya:
    "Ehm..., seharusnya Ibu bangga pada anak ibu."
    Sebelum aku sempat membuka muut tanda protes, Pak ustadz segera menyambung, "Tak banyak anak yang peduli pada sesama, dengan keikhlasan yang dimiliki Fia."
    "Ibu lihat tumpukan buku-buku di sudut sana?" Tanyanya sambil menunjuk tumpukan buku di sudut masjid.
    "Itulah penjelasan dari nota-nota ini, Fia telah mengumpulkan uang jajannya selama sebulan untuk membuat perpustakaan anak di masjid ini. Dia telah mewarisi kemurahan hati orangtuanya dalam bersedekah"

    Kalau nggak salah begitu.. :D

    Dan ini nota-nya nggak sesuai dengan prompt di MFF kayanya. Tapi temanya malah cocok buat BeraniCerita #9.

    :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. sip...jadi lbh enak mbacanya. makasih^^
      BeraniCerita#9 di MFF juga?

      Hapus
  8. Komen saya kok ilang ya? :D

    BalasHapus
  9. Balasan
    1. iya, hihihi...terlalu kreatif jadi melenceng >< next time lebih teliti lgi baca soalnya. makasih dah berkunjung, mbak ^^

      Hapus
  10. Emm salam Mbak Maya :)
    Cerita yang isnpiratid jadi ortu jangan asal main tuduh.. Namun saya masih merasa aneh dengan logika di cerita ini. Masa sih anak kelas 5 SD bisa nabung? Anak SD jaman sekarang loh :)
    Tetapi keren
    Salam Mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. salam kenal, mbak :)
      ada lho, mbak... kebetulan sekolah SD milik teman saya menerapka peraturan dilarang jajan buat muridnya, jadi uang jajan mereka selalu ditabung. trus di sekolah anak teman saya, di sana setiap murid dikasih celengan, setiap hari harus menyisihkan sekian ribu dari uang jajannya, lalu tiap bulan dihitung hasilnay dan sekian persen untuk infaq ke yayasan pemberdayaan dhuafa.
      memang langka yaa... tapi kita coba membudayakan lagi dari sekarang^^

      Hapus