Selasa, 16 April 2013

Cinta Tak Tertaut

"Tetaplah menjadi bintang di langit....
agar cinta kaita akan abadi...
biarlah sinarmu tetap menyinari alam ini, agar menjadi saksi cinta kita....berdua" (by PADI)

Preett... dengus Sinta kesal. Dia kesal dengan lagu itu, karena selalu membuat air matanya menetes, membuat ingatannya melayang pada sosok Wisnu. Lelaki yang sempat hadir kembali dalam kehidupannya walau sekejap.

Siang itu Sinta sibuk mempersiapkan praktikum Kimia Dasar di Laboratorium dekat tangga. Sebagai penanggungjawab praktikum, dia berkewajiban menjamin terlaksananya praktikum dengan lancar dan terkendali. Tiba-tiba HP-nya berbunyi, "Hemm... Siapa nih? nomer tak dikenal." Gumamnya sambil memencet tombol reject. Baru saja dia beranjak dari bangkunya, HPnya berbunyi lagi, dari nomer yang sama. "Duh... siapa sih? jangan-jangan dari  mahasiswa..." Dengan ragu diterimanya juga telepon itu.

"Halo...", "Assalamu'alaykum, Dek Sinta ya?" Sahut yang di seberang, Haa? suara laki-laki? Sinta mengernyitkan dahi, seumur-umur baru kali ini ditelepon laki-laki, panggil "Dek" lagi... "Wa'alaykumussalam. Ya, Saya Sinta. Maaf, ini siapa ya?" Sahutnya tegas.
"Alhamdulillah... akhirnya aku bisa ketemu Dek Sinta lagi. Masa' lupa, dek? Aku Wisnu, kakak kelasmu dulu di SMUSA"
Sinta menggigit bibirnya, mencoba mengingat-ingat. Deg...
"Mas Wisnu? Mantan ketua OSIS tahun 1997?"
"Nah...ingat, kan?"Sahut suara di seberang terdengar lega.

Berawal dari percakapan di telepon kala itu, berlanjutlah kisah CLBK (Cinta Lama Bersemi Kembali) dari kedua sejoli itu. Tapi saat ini berbeda, Sinta sudah tertunjuki hidayah Alloh sehingga tak ada lagi cerita jalan berdua, makan es krim di taman, dan nongkrong di toko buku berdua. Sekarang mereka hanya berbincang seadanya plus didampingi Ummu Naura, guru ngaji Sinta. Itupun membahas kemungkinan untuk mengikat tali cinta di jenjang pernikahan.

Wisnu sekarang tetaplah Wisnu yang tampan dan atletis. Dia juga sukses membangun jaringan bisnisnya di bidang maskapai penerbangan. Namun yang berbeda, Wisnu adalah duda cerai beranak dua.

Dua pekan sudah mereka menjalin komunikasi, tinggal di kota yang berbeda tidak menghalangi mereka untuk saling membangun mimpi. Sinta tak pernah mempermasalahkan status Wisnu, asalkan Wisnu mau menapaki jalan hidayah yang telah dia dapatkan.

Hingga di pagi buta itu Wisnu sudah hadir ke rumahnya. "Sinta..., Nak Wisnu datang mencarimu. Nampaknya penting sekali." Ibu memanggil Sinta yang sedang mencuci pakaian di kamar mandi, suara beliau terdengarr khawatir. Diapun bergegas mengenakan jilbab dan kerudung, lalu berjalan menuju ruang tamu. Di sana sudah ada ayah yang baru pulang dari masjid, sepertinya tadi Wisnu mampir dulu ke masjid untuk sholat subuh.

Sinta mengambil posisi di samping ayahnya. "Ada apa, Mas?"Tanyanya hati-hati. Wisnu mengangkat wajahnya, ada sisa-sisa air mata di sana. Hei... lelaki atletis itu bisa menangis rupanya?
"Dek Sinta, aku tadi sudah menceritakan semuanya pada ayah Dek Sinta..." Wisnu menghela napas, Ayah Sinta memberi isyarat pada wisnu untuk melanjutkan ceritanya.
"Maaf beribu maaf, Dek... sepertinya kita ditakdirkan untuk tak pernah berjodoh..."
Air mata Sinta ambrol detik itu juga, angan-angannya putus sudah...

"Anak bungsuku sakit-sakitan semenjak perceraianku, dia selalu mencariku di setiap tidur malamnya. Mantan istriku bingung, tak tau harus bagaimana lagi, sudah dibawa berobat ke Singapura juga masih belum sembuh juga. Prestasi sekolah si sulung juga anjlok, sepertinya itu pelampiasan protes dia atas perceraian kami, meski seminggu sekali aku membawa kedua anakku jalan dan menginap, tetap saja tidak ada perubahan. Tadi malam mantan istri dan mertuaku datang ke rumah, mereka memohon untuk bisa rujuk lagi. Aku tak bisa menolaknya, Dek..." Wisnu mencurahkan isi hatinya, dia sangat bingung.

Sinta memalingkan wajahnya, dia tak kuasa mendengar cerita wisnu lebih lama lagi. "Sudahlah, Mas. lakukanlah apa yang terbaik bagi Mas dan masa depan anak-anak Mas Wisnu. Insya Alloh, aku punya masa depan sendiri..." Putusnya.

Wisnu terkesiap, dia  tak menyangka Sinta akan sekuat itu. "Engkau wanita mulia, Dek. Semoga Alloh menyandingkanmu dengan lelaki mulia..." belum sempat Wisnu melanjutkan kata-katanya, Sinta lari ke dalam rumah. Semua tiada guna lagi untuknya. "Selamat tinggal, Wisnu..." Bisiknya perih.



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar